Jumat, 10 April 2015

Yang pertama, terindah, dan terakhir.

Diapun berlalu.. aku hanya menatapnya dengan rasa heran. Laki laki yang selalu berada di pojok saat di kelas. Laki-laki yang jarang sekali melontarkan ocehannya layaknya laki-laki lain. Emm mungkin memang sifatnya seperti itu, batinku. Jika dilihat sifat yang aku miliki dengannya sangat beda seratus delapan puluh derajat. Aku memiliki sifat yang tak pernah mau menunjukkan kesedihanku kepada orang-orang di sekitarku.

“Seriillllll makannya jangan banyak-banyak. Gendut looohh entar” larang sahabatku yang sangat perfeksionis.
“biarin, orang udah gendut” aku membalas larangan itu dengan lidah yang menjulur. Kartika yang aku biasa panggil Tika selalu mengkritikku saat aku kebablasan (kelewatan) dalam berbagai hal, bisa dikatakan aku sering kalap. Entah itu dalam hal belanja, makan, atau bicara. Tapi aku sangat menyayangi dia, pun sebaliknya. Dia sudah aku anggap seperti saudara perempuanku. Sudah hal biasa aku sekamar dengan dia. Karena aku anak tunggal, aku selalu menyuruh dia menemaniku.
Saat ini aku berada di Jurusan Psikologi salah satu Universitas Swasta terbaik di Jogja. Aku adalah mahasiswa semester tiga. Tika memilih jurusan ilmu Komunikasi. Kita memang tidak satu jurusan, namun tiap ada waktu luang aku selalu menghabiskan waktu dengannya. Bagiku teman sekelasku menyenangkan, tapi lebih menyenangkan jika aku bersama Tika.
“Seril, teman sekelasku ada yang nanyain kamu loohh” gurau Tika di tengah perjalanan.
terus arep nyapo?” (terus mau ngapain)? Balasku dengan ekspresi tak mau tau lebih dalam.
“iihhhh dia pengen kenalan sama kamu” Tika mulai gemas dengan ekspresiku yang satu ini.
“oohh” dan lagi aku membuat Tika semakin sebel. Entahlah, aku sangat hobi melihat wajah Tika yang marah kepadaku karena hal sepele .
“Seril, kamu itu udah kuliah, udah semester tiga. Mau sampai kapan jadi jomblo???? “ Dia mulai mengeluarkan pertanyaan yang sering aku dengar dari mulutnya. Dan entah mengapa aku selalu bete saat dia menanyakan masalah asmaraku. Aku juga tak mengerti, aku sama sekali belum pernah merasakan kehangatan cinta lawan jenisku. Tapi aku selalu merasa bahagia dengan kehidupan yang aku punyai. Aku memang punya teman laki-laki yang banyak namun tak satupun dari mereka yang aku sukai. Ada juga beberapa teman yang mengutarakan perasaannya padaku, tapi selalu aku bilang maaf karena aku hanya menganggapnya teman. Dan itu adalah cara yang disarankan oleh mamaku saat pertama kali aku menerima pernyataan cinta temanku kelas satu SMP.
“Tika sayang tenang aja yaaa, entar aku pasti bakal nikah kok. Entar ya tikaaaa, entar” senyum manisku aku tunjukkan padanya demi menenangkan ambisinya yang selalu ingin menjodohkanku.
Tika sudah berpacaran sejak SMP. Tapi dia sering ganti pacar, herannya aku tetap tak punya rasa iri sedikitpun padanya. Tika memiliki tubuh mungil dan tinggi sekitar  150cm. Sementara aku memiliku tinggi 163 namun beratku sedikit berlebihan. Rambut Tika sangat terawat karena setiap sebulan sekali ke salon untuk perawatan tubuhnya. Akupun tak jarang menemaninya ke salon. Pernah sekali aku ikut spa dengannya, setelah itu aku kapok karena aku merasa kepanasan berendam di dalam air itu. Cukuplah untukku menemaninya saja. Pacar Tika yang sekarang kuliah di Bandung, mereka LDR sejak setahun lalu. Aku lebih bahagia karena untuk pacarnya yang sekarang sangat awet.
“iyaaa, janji yaaa aku adalah orang pertama yang kamu kasih tau tentang sosok pria yang menjerat hatimu”
“haha iya sayaaangg” dalam hati aku mulai bertanya. Kira-kira laki-laki seperti apa suamiku nanti, bagaimana perawakannya, bagaimana perwatakannya. Karena sampai saat ini aku belum punya kriteria laki-laki yang akan mendampingiku nanti.
-esok hari-
Bruaaakkk. Gara-gara bangun kesiangan aku terburu-buru dan sampai di pintu kelas, aku tabrakan dengan Virza. Laki-laki paling aneh menurut pandanganku. Aku heran, dia tak pernah berkomunikasi dengan orang lain tapi kenapa dia di Jurusan Psikologi. Dan yang lebih aneh lagi, semester kemarin dia memperoleh IPK terbaik nomor 3 se Fakultas Psikologi. Dia hanya bicara aktif saat dalam kelas saja.
“maaf maaf” aku dengan tergupuh menghadap ke arahnya dan mengambili buku ku yang jatuh berantakan.
“gak papa” jawaban yang sangat singkat, jelas, padat dengan ekspresi yang datar. Padahal aku tau dia juga takut telat. Lalu kami berlalu dan menduduki tempat duduk, untunglah belum ada dosen yang memulai pelajarannya.
We’re happy free confused and..  “halloo? Ada apa seril sayang? “
“tika ada kuliah ngga? Aku di cafe baru deket kampus nih. Reneo ndang” (kesini cepat)
“aduh seriiilll ini 10 menit lagi ada kuliah, entar deh aku ke rumahmu ya habis kuliah aku tidur disana”
“yaahh.. yaudah deh, beneran yaa. Bye..” dengan rasa sedikit badmood aku menutup telfon itu tanpa tau apakah jawaban dari Tika.
Setelah aku menutup telfon itu, seorang pelayan kafe mendatangiku.
“mau pesan apa mbak?” tanya pelayan itu yang tak asing suaranya bagiku. Lalu aku terkejut melihat dia. Virza. Terbayanglah banyak pertanyaan di anganku. Dia ? ngapain dia disini ? dia pelayan ? apa dia diam gara-gara ekonominya ? apa ini kafe miliknya ? apaaa apaaa
“mbak, mau pesan apa ?” tanyanya lagi dengan nada radak meninggi.
“Virza ? kamu kerja disini ?? yaampun aku nggak nyangka banget. Aku pesen steak satu sama vanilla latenya satu yaa es nya jangan banyak banyak. Oh ya satu lagi, karena kamu yang melayaniku harus dapat diskon yaa.. hihihi” aku nyinyir dengan gayaku.
“iya” lagi lagi jawaban yang selalu padat, namun kali ini dia menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. Mendadak jantungku berdebar tak menentu. Tuhan, perasaan apa ini. Sungguh meskipun senyum itu tipis tapi sampai ia berlalu aku masih bisa mengingat dengan jelas senyum Virza. Sosok laki-laki paling aneh di kelasku.
Saat makanan sudah datang di mejaku, aku sedikit kecewa dkarena yang mengantar makananku bukan Virza lagi. Ha ? aku kecewa ? bukankah di setiap kafe yang aku kunjungi, aku sangat tak mempedulikan siapa pelayannya dan slalu bersikap ramah kepada mereka ? kenapa ini ? aku masih kepo dan menanyakan salah satu dari sekian banyak pertanyaanku kepada Waitres yang mengantar makananku.
“makasih yaa... eh kamu kenal Virza kan ? dia kerja disini udah lama ya ?”
“Virza ? virza yang jarang ngomong itu ya mbak?”
“iya iya benerrrr!! “ jawabku sedikit histeris.
“iya mbak. Dia pegawai baru disini, baru seminggu. Emang kenapa mbak ? “
“ohh hehe gak papa sih mas, tanya doang. Eh jangan bilang yaa kalo aku tanya tentang dia”
“haha oke mbak siap. Asal mbak jadi langganan kami”
“hehe pasti mas” Pelayan itupun berlalu. Aku masih belum bisa menyimpulkan apa-apa. Siapa sebenarnya virza. Bagaimana dia. Kenapa dia. Dimana dia. Tapi satu hal yang aku tahu, dia adalah pegawai di kafe ini.
-sampai rumah-
“seril !! ngapain kamu senyum senyum ? koyok wong gendeng” (seperti orang gila) teriak Tika mengagetkanku yang sedang mengingat sesuatu.
“aaaahhh Tikaaaa. Kamu udah disini ? bukan apa apa kok. Hehehe” aku cengengesan seperti anak kecil yang digodai temannya.
“pasti ada sesuatu nih. Jangan jangaan kamu naksir cowok ya ?? “ apa ? naksir ? masak iya ? ah gak mungkin.. gak mungkin.. ini mungkin gara gara aku jarang melihat sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya.
“kamu ngomong apa sih Tikaa.. udah ah bobok yuk aku ngantuk ni” aku menggeret Tika yang sangat curiga denganku.
“yaudah kalo kamu belum siap cerita. Tapi inget yaa, jangan sampai aku ketinggalan berita. Awas kamu”
“haha iya iyaaa.” Itulah Tika, dia slalu mengerti keadaanku. Bukannya aku tak mau menceritakan sore tadi. Tapi entahlah, untuk ini aku masih malu menceritakannya pada sahabatku sejak TK ini.
--
Triinnting.. bunyi sms membangunkanku di hari libur kuliahku.
Aku pengen ketemu sama kamu di kafe kemarin.
Deg. Dag dig dug der.. ini sms dari siapa ? gak ada nama, tapi langsung ngajak ketemu. Jangan jangaann..
Ini siapa ? kafe mana ? dalam benakku tak hentinya banyak pertanyaan. Kalau iya yang di sms ini dia, lantas kenapa dia pengen ngomong sama aku ? kenapa dia ? ada apa dengannya ?
Nanti, jam 1. Demi Tuhan, dia tak memberi tahuku siapa dirinya. Ahh rasanya aku tak sabar menunggu jam 1 siang. Aku ingin segera bertemu dengan pengirim pesan misterius ini.
Tika yang masih tertidur pulas belum menyadari kebingungan yang kurasakan pagi ini. Benar benar kebingungan, kecemasan, keanehan, kegusaran, ke-kepo-an yang tak pernah kurasa sebelumnya.
Dan saat Tika sudah terbangun,
“wahhh kamu kena setan mna ril ? jam segini udah cantik. Biasanya yang bangun duluan kan akuuu”
“heheh ada deehh” cengengesanku mulai keluar dengan sedikit speechless
“jadi gitu yaa bener bener gak mau cerita. Huh ya cudahlah” Tika beranjak menuju kamar mandi. Hmm aku sedikit merasa bersalah. Tapi aku tahu, dia memasang wajah kecewanya hanya untuk memancingku bercerita. Tapi sungguh benar, aku masih malu bercerita tentang hal ini. Setelah ketemu saja lah, pikirku aku akan bercerita pada Tika.
Tok tok tookk . aku menggedor pintu kamar mandi.
“Tikaaa aku pergi dulu yaaa. Setelah dari sini aku janji akan cerita. Dada tikaa, aku sayang kamuu”
“iyaaaa hati hati yaaa” terdengar teriakan di kamar mandiku.
Mama dan papaku sedang keluar kota. Aku selalu meminta Tika untuk menemaniku. Bukannya aku tak berani, tapi aku tak mau kesepian meskipun ada si Mbok yang selalu mencukupi segala kebutuhanku.
“ciyeee non Seril udah cantik. Mau kemana non?”
“ihh mbok jangan gitu ah malu tauukk” balasku dengan nada manja.
“hahaha emang gak biasanya non jam segini udah dandan keren. Mau kemana non?”
“entar mbok aku ceritain tapi abis aku cerita ke Tika yaa. Dada mbookk, jangan lupa yaa Tika suka nasi goreng asin”
“iya non. Hati hati yaa”
“siap mbookk”
Aku mengendarai motorku dengan rasa ingin tahu, senang, cemas, galau. Entahlah, angan anganku selalu berada di ambang antara Virza dan sms itu. Jika dilihat dari bahasanya itu seperti Virza, bahasanya dingin sekali. Tapi kalau itu bukan dia, apa aku akan kecewa ? kalau itu hanya orang iseng yang mengerjaiku apa aku akan marah ? aku mulai menetralisir perasaanku. Mulai memikirkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi. Mulai berfikir bahwa itu bukan Virza.
Akhirnya sampailah aku di kafe dekat kampus yang kemarin aku kunjungi. Aku melihat jam tanganku. Jam baby-G kado ulang tahunku ke 19 dari Tika. Jam yang telah lama aku idam-idamkan. Warnanya biru, sesuai kesukaanku.
“ternyata masih jam 12” gerutuku.
Aku memasuki kafe yang hanya ada beberapa orang karena masih baru saja buka. Aku mempunyai inisiatif mengirim sms pada nomor tadi. Aku ingin memberitahunya aku telah sampai. Tapi aku menjadi ragu jika benar benar itu adalah Virza. Paling balesnya : kan aku bilang jam 1, ya jam 1. Batinku.
“bukannya aku sudah bilang jam 1?” suara itu sangat mengejutkanku. Dengan cepat aku membalikkan badanku dan BOOM !
“Virza ???” tnpa basa basi dia duduk di kursi depanku. Dia menggunakan kaos polo warna hitam dan celana jeans ¾. Badannya ternyata lumayan kekar. Dengan topi yang rada menutupi wajahnya.
“iya, aku” jawaban yang masih saja seperti biasa. Namun kali ini suaranya sedikit lebih, emmm merdu.
“Virza kamu gak kerja hari ini ? terus kamu ngajak aku ketemu ? ada apa ?”
“aku kerja, tapi jam 3”
“ohh begitu, jadi apa yang kamu inginkan dari pertemuan ini ? hehe maaf ya Virza aku tu orangnya kepo. Aku sangat kaget sama sms kamu. Kita gak pernah sms an sebelumnya dan kamu sms aku seperti tadi. Mana kamu gak mau kasih tau nama lagi. Semakin kepo lah aku ni” nyerocosku mulai keluar. Dan parahnya Virza membalas ocehanku tadi dengan tertawa. Iya ! tertawa ! aku meihatnya tertawa ! Oh my God dia tampan sekali. Jantungku tiba tiba berdebar semakin kencang.
“aku suka kamu”
Deg. Jantungku serasa berhenti, tak ada kata yang sanggup aku ucapkan. Aku serasa nyawaku sudah lepas. Aku menatap dia, tapi aku berfokus pada topinya. Aku tak mampu menatap matanya. Padahal aku sangat handal berbicara dengan orang lewat matanya.
“Virza? Kamu serius ?” hanya kata itu yang saat ini aku mampu ucapkan.
“iya seril. Aku suka kamu. Kamu mau jadi pacar aku ?”
Jlleb ! dia menembakku. Dia menyodorkan setangkai bunga mawar merah untukku. Sungguh ini seperti di film-film romantis yang aku pernah liat. Bedanya Virza mempunyai ekspresi yang lebih datar daripada para artis di film itu.
“Virza. Aku masih bingung. Aku gak ngerti. Kamu tiba tiba begini, padahal..”
“padahal kita tak pernah berkomunikasi sebelumnya. Kita sudah sekelas selama 1 tahun. Maaf ya seril, namun selama setahun belakangan ini aku memperhatikanmu. Aku suka melihat tawa lepasmu. Kamu gak ada jaim sama cowok. Kamu istimewa buatku”
Demi apa, ini demi apaaa. Tikaaa. Aku ingin berharap Tika ada di dekatku dan mencubitku agar aku tahu ini mimpi atau nyata. Aku terus berkutat pada imajinasiku. Aku membayangkan Virza yang selama ini aku tahu, pendiam.
“Seril ? kamu gak papa?” tanya dia membangunkan lamunanku.
“eh gak papa Virza. Aku Cuma bingung mau ngomong apa” sedikit gugup kali ini aku menjawab pertanyaannya. Aku sempat memandang matanya. Teduh sekali. Lalu sebuah senyum ia simpulkan di bibir tipisnya.
“ya sudah kalau kamu gak mau jadi kekasih aku. Aku pergi dulu. Kamu hati-hati di jalan ya”
“Virza” aku menahan tangannya yang mulai beranjak pergi dari kursi. “kan aku belum jawab Virzaaa” Dia mengernyitkan dahinya. Mungkin dia tahu kalau aku ini memang cewek aneh. Saat ditanya dia aku malah melontarkan hal-hal yang gak penting. Secara reflek aku memeluknya daaan
“Virza aku mau menemanimu dalam suka dan duka mulai detik ini hingga aku mati”
Dia membalas pelukanku dengan pelukan yang lebih erat. Sungguh ini seperti tempat yang paling nyaman setelah berada di pelukan Mama dan Tika.
--
“apaaa ???? kamu jadian sama cowok aneh di kelas kamu ? Seriiillll !!! apa kamu gila ?? kalau kamu dijahatin dia gimana ? kalian bahkan belum pernah kenal sebelumnya”
“hehe dia udah kenal aku kali tikaaa. Tapi aku yang gak kenal dia hahaha”
“yaaa tapi kan ????”
“Tika sayang tenang yaaa. Aku berani bersumpah, dia adalah pria baik-baik. Dan aku akan merubah dia sedikit demi sedikit menjadi orang yang bisa bersosialisasi dengan baik, minimal satu kelas”
Hari hariku aku lewati bertiga. Yaa, aku, Tika, Virza sering hangout bareng. Namun untuk berdua sekarang aku lebih sering bersama Virza daripada Tika. Aku merasa berdosa padanya. Tapi tiap kali aku minta maaf tentang hal ini, Tika selalu berkata
“kamu ngomong apa sih seril ? aku seneng tauk kalo kamu seneng. Kamu bahagia dengan laki-laki pilihanmu” sungguh, bagiku Tika adalah sahabat paling perfect yang aku ketahui.
Kini, Virza lebih membuka dirinya pada orang lain. Aku dan Virza sering melakukan hal-hal konyol. Mulai dari menjaili orang di kafe langgangan kami sampai mengempeskan ban motor teman sekelas kami. Dia juga telah menceritakan banyak hal padaku. Tentang kenapa dia menjadi sosok yang sangat introvert.
Rupanya saat berusia 5 tahun, dia ditinggal selingkuh oleh ayahnya. Ayahnya meninggalkan banyak hutang, ibunya yang harus menanggung semua itu. Lalu dia bekerja pada rentenir yang kejam. Dia sering disiksa hingga lebamnya sulit dihilangkan. Dia bekerja ini tanpa sepengetahuan ibunya. Dia mempunyai adik perempuan beda satu tahun bernama Azizah. Kata Virza, Azizah mirip aku, dia selalu tertawa dan bahagia meskipun ia tahu keadaannya tak memungkinkan. Ibunya mulai sakit-sakitan setelah 1 tahun penghianatan ayahnya. Setelah seminggu sakit, ibunya meninggal. Virza hidup dengan adiknya di bawah kolong jembatan. Mereka bekerja sebagai pengamen. Namun hal buruk kembali menimpa Virza. Saat mereka ngamen di lampu merah, Azizah ditabrak oleh mobil ketika dia mau menghampiri kakaknya yang sedang membelikannya makanan.
Mulai saat itu Virza hidup sebatang kara. Dan saat dia berumur 8 tahun, dia diadopsi oleh seorang supir bajaj yang baik hati. Supir bajaj itu bernama pak Soleh. Virza di sekolahkan dan dirawat seperti anak kandungnya sendiri hingga SMA. Disamping sekolah Virza memiliki usaha kecil-kecilan berjualan kue yang dibuat oleh Ibu angkatnya. Dan ternyata Kafe itu adalah milik Virza. Ia membangun kafe itu dengan uang tabungannya dan ia persembahkan kafe itu kepada Pak Soleh sekeluarga.
--
“seril kamu kok keliatan pucat banget? kita ke dokter yuk”
“haha gak usah virzaa. Lebay deh. Ini cuma kecapaian gara gara banyak tugas. Entar aku minumin obat penambah darah juga sembuh kok”
“hemm yaudah aku pulang dulu ya Seril, buruan tidur yaaa”
“siap boss!! Hehe”
Setelah aku menutup pintu kepulangan Virza, kepalaku tiba-tiba berat. Semuanya menjadi gelap. Dan entahlah, sedang dimana aku ini. Rasanya nyawaku melayang. Aku mendengar samar samar suara Mama menelpon rumah sakit.  Tapi tetap saja aku tak dapat membuka mataku.
Samar aku mulai melihat bayangan wajah mama. Aku menggerakkan tanganku perlahan. Ternyata aku berada di rumah sakit.  Yaa aku telah sadar, aku mungkin baru terbangun dari tidurku semalam.
“alhamdulillaah seril sadar. Seril ini mama nak” aku hanya bisa membalas pernyataan Mama dengan anggukan pelan. Karena tubuhku terasa berat digerakkan. Dan ada alat dokter yang membungkus hidung dan mulutku.
Dua hari telah berlalu semenjak sadarku. Aku ternyata telah koma selama seminggu. Dan Virza selalu menemani tidurku. Kata mama, dia tak pernah mau pulang jika bukan mama yang menyuruhnya mandi, jika nanti aku sadar dia akan terlihat tampan. Tapi bagiku, Virza bangun tidurpun sudah sangat tampan.
Kali ini dia disampingku, dia mengupasi buah belimbing kesukaanku. Aku sudah bisa berbicara dan duduk seperti biasa.
“kamu harus sehat ya Seril sayang.. kita lama looo gak ngerjain Ardi. Kayaknya dia juga kangen kita jahili”
“iya Virzaa, aku pengen cepet sembuh juga kok. Aku sakit apa sih sayang ?” mendadak muka Virza pucat, ia tahu ada hal sangat penting yang dia tak ingin aku tahu.
“kenapa diam sih vir? Aku sakit apa ?” aku mulai menggertaknya karena tak segera memberi tahu sakitku apa.
“sayang, kamu terkena kanker otak” mama memelukku dari sisi yang berlawanan dengan Virza. Seketika itu aku menangis hingga tak bersuara. Rasanya aku ingin menjerit, tapi apa daya energiku belum begitu pulih. Aku tak percaya penyakit itu bersarang di otakku. Penyakit yang mematikan. Aku terus membayangkan ajal yang mungkin sewaktu-waktu akan menjemputku. Namun Virza, Tika, Mama, Papa, si Mbok semua teman-temanku memberikanku support yang sangat berguna untukku. Dan aku menanamkan di pikiran serta hatiku bahwa aku tak boleh kalah dari penyakit sialan itu. Yaa aku harus sembuh !!
--
Dan kau hadir..
“hallo, assalamualaikum tante. Ada apa ya ?”
“Virza hikss. Kamu segera ke rumah sakit yaa.. hiks” taarrrr gelas yang dipegang Virza pecah. Tanpa membereskan itu, dia segera bergegas menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit
“virzaa, Seril udah nggak adaa” Tika memberi tahu Virza dengan tangisan sesenggukan.
“ini ada surat buatmu Virza”
Tubuh Virza lemas tak berdaya dan dibukalah surat yang ditulis Seril sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya.




Sayang.. trimakasih untuk hari indah selama setahun ini bersamamu..
Sayang.. trimakasih telah menjadikanku satu-satunya..
Sayang.. trimakasih untuk dorongan yang tak hentinya kau tularkan padaku..
Sayang.. trimakasih untuk segala hal selama aku mengenalmu..
Kau tau ? hadirmu tlah mengubah arti hidupku.
Karena kamu, aku tau bagaimana membangun puing-puing yang tlah patah itu.
Menata lagi kertas kertas yang tlah sobek dari awal.
Mengubah bencana menjadi rencana.
Sayang.. berjanjilah padaku untuk selalu tersenyum..
Jangan kembali seperti dulu saat aku mengenalmu hanya sebatas teman sekelas..
Selalu ramahlah kepada setiap orang yang menyapamu..
Meski aku kini tak dapat lagi melihat senyum manismu, aku bisa melihatnya dari surga.
Sayang, jangan pernah takut dengan dunia yang kamu anggap tak adil ini.
Tuhan Maha Adil sayang, Dia tau apa yang terbaik untuk hambaNya
Sayang, jaga mama dan papaku yaa..
Main main lah ke rumah meskipun setahun sekali.. Karena aku tau mereka pasti kesepian J
Sayang, jika ada wanita lain yang datang ke kehidupanmu dengan membawa cinta tulus sepertiku, jangan pernah kamu menutup hatimu. Karena itu adalah penggantiku yang Tuhan kirimkan untukmu.
Virza, Seril selalu sayang kamu. Kamu adalah cinta pertama, terakhir dan terindahku. Jaga diri baik-baik yaa J :*
Love,

  Seril J




Tidak ada komentar:

Posting Komentar