Diapun
berlalu.. aku hanya menatapnya dengan rasa heran. Laki laki yang selalu berada
di pojok saat di kelas. Laki-laki yang jarang sekali melontarkan ocehannya
layaknya laki-laki lain. Emm mungkin memang sifatnya seperti itu, batinku. Jika
dilihat sifat yang aku miliki dengannya sangat beda seratus delapan puluh
derajat. Aku memiliki sifat yang tak pernah mau menunjukkan kesedihanku kepada
orang-orang di sekitarku.
“Seriillllll
makannya jangan banyak-banyak. Gendut looohh entar” larang sahabatku yang
sangat perfeksionis.
“biarin,
orang udah gendut” aku membalas larangan itu dengan lidah yang menjulur.
Kartika yang aku biasa panggil Tika selalu mengkritikku saat aku kebablasan (kelewatan) dalam berbagai
hal, bisa dikatakan aku sering kalap. Entah itu dalam hal belanja, makan, atau
bicara. Tapi aku sangat menyayangi dia, pun sebaliknya. Dia sudah aku anggap
seperti saudara perempuanku. Sudah hal biasa aku sekamar dengan dia. Karena aku
anak tunggal, aku selalu menyuruh dia menemaniku.
Saat
ini aku berada di Jurusan Psikologi salah satu Universitas Swasta terbaik di Jogja.
Aku adalah mahasiswa semester tiga. Tika memilih jurusan ilmu Komunikasi. Kita
memang tidak satu jurusan, namun tiap ada waktu luang aku selalu menghabiskan
waktu dengannya. Bagiku teman sekelasku menyenangkan, tapi lebih menyenangkan
jika aku bersama Tika.
“Seril,
teman sekelasku ada yang nanyain kamu loohh” gurau Tika di tengah perjalanan.
“terus arep nyapo?” (terus mau ngapain)?
Balasku dengan ekspresi tak mau tau lebih dalam.
“iihhhh
dia pengen kenalan sama kamu” Tika mulai gemas dengan ekspresiku yang satu ini.
“oohh”
dan lagi aku membuat Tika semakin sebel. Entahlah, aku sangat hobi melihat
wajah Tika yang marah kepadaku karena hal sepele .
“Seril,
kamu itu udah kuliah, udah semester tiga. Mau sampai kapan jadi jomblo???? “
Dia mulai mengeluarkan pertanyaan yang sering aku dengar dari mulutnya. Dan
entah mengapa aku selalu bete saat dia menanyakan masalah asmaraku. Aku juga
tak mengerti, aku sama sekali belum pernah merasakan kehangatan cinta lawan
jenisku. Tapi aku selalu merasa bahagia dengan kehidupan yang aku punyai. Aku
memang punya teman laki-laki yang banyak namun tak satupun dari mereka yang aku
sukai. Ada juga beberapa teman yang mengutarakan perasaannya padaku, tapi
selalu aku bilang maaf karena aku hanya menganggapnya teman. Dan itu adalah
cara yang disarankan oleh mamaku saat pertama kali aku menerima pernyataan
cinta temanku kelas satu SMP.
“Tika
sayang tenang aja yaaa, entar aku pasti bakal nikah kok. Entar ya tikaaaa,
entar” senyum manisku aku tunjukkan padanya demi menenangkan ambisinya yang
selalu ingin menjodohkanku.
Tika
sudah berpacaran sejak SMP. Tapi dia sering ganti pacar, herannya aku tetap tak
punya rasa iri sedikitpun padanya. Tika memiliki tubuh mungil dan tinggi
sekitar 150cm. Sementara aku memiliku
tinggi 163 namun beratku sedikit berlebihan. Rambut Tika sangat terawat karena
setiap sebulan sekali ke salon untuk perawatan tubuhnya. Akupun tak jarang
menemaninya ke salon. Pernah sekali aku ikut spa dengannya, setelah itu aku
kapok karena aku merasa kepanasan berendam di dalam air itu. Cukuplah untukku
menemaninya saja. Pacar Tika yang sekarang kuliah di Bandung, mereka LDR sejak
setahun lalu. Aku lebih bahagia karena untuk pacarnya yang sekarang sangat
awet.
“iyaaa,
janji yaaa aku adalah orang pertama yang kamu kasih tau tentang sosok pria yang
menjerat hatimu”
“haha
iya sayaaangg” dalam hati aku mulai bertanya. Kira-kira laki-laki seperti apa
suamiku nanti, bagaimana perawakannya, bagaimana perwatakannya. Karena sampai
saat ini aku belum punya kriteria laki-laki yang akan mendampingiku nanti.
-esok hari-
Bruaaakkk.
Gara-gara bangun kesiangan aku terburu-buru dan sampai di pintu kelas, aku tabrakan
dengan Virza. Laki-laki paling aneh menurut pandanganku. Aku heran, dia tak
pernah berkomunikasi dengan orang lain tapi kenapa dia di Jurusan Psikologi.
Dan yang lebih aneh lagi, semester kemarin dia memperoleh IPK terbaik nomor 3
se Fakultas Psikologi. Dia hanya bicara aktif saat dalam kelas saja.
“maaf
maaf” aku dengan tergupuh menghadap ke arahnya dan mengambili buku ku yang
jatuh berantakan.
“gak
papa” jawaban yang sangat singkat, jelas, padat dengan ekspresi yang datar.
Padahal aku tau dia juga takut telat. Lalu kami berlalu dan menduduki tempat
duduk, untunglah belum ada dosen yang memulai pelajarannya.
We’re happy free
confused and.. “halloo? Ada apa seril sayang? “
“tika
ada kuliah ngga? Aku di cafe baru deket kampus nih. Reneo ndang” (kesini cepat)
“aduh
seriiilll ini 10 menit lagi ada kuliah, entar deh aku ke rumahmu ya habis
kuliah aku tidur disana”
“yaahh..
yaudah deh, beneran yaa. Bye..” dengan rasa sedikit badmood aku menutup telfon
itu tanpa tau apakah jawaban dari Tika.
Setelah
aku menutup telfon itu, seorang pelayan kafe mendatangiku.
“mau
pesan apa mbak?” tanya pelayan itu yang tak asing suaranya bagiku. Lalu aku
terkejut melihat dia. Virza. Terbayanglah banyak pertanyaan di anganku. Dia ?
ngapain dia disini ? dia pelayan ? apa dia diam gara-gara ekonominya ? apa ini
kafe miliknya ? apaaa apaaa
“mbak,
mau pesan apa ?” tanyanya lagi dengan nada radak meninggi.
“Virza
? kamu kerja disini ?? yaampun aku nggak nyangka banget. Aku pesen steak satu
sama vanilla latenya satu yaa es nya jangan banyak banyak. Oh ya satu lagi,
karena kamu yang melayaniku harus dapat diskon yaa.. hihihi” aku nyinyir dengan
gayaku.
“iya”
lagi lagi jawaban yang selalu padat, namun kali ini dia menyunggingkan senyum
tipis di bibirnya. Mendadak jantungku berdebar tak menentu. Tuhan, perasaan apa
ini. Sungguh meskipun senyum itu tipis tapi sampai ia berlalu aku masih bisa
mengingat dengan jelas senyum Virza. Sosok laki-laki paling aneh di kelasku.
Saat
makanan sudah datang di mejaku, aku sedikit kecewa dkarena yang mengantar
makananku bukan Virza lagi. Ha ? aku kecewa ? bukankah di setiap kafe yang aku
kunjungi, aku sangat tak mempedulikan siapa pelayannya dan slalu bersikap ramah
kepada mereka ? kenapa ini ? aku masih kepo dan menanyakan salah satu dari
sekian banyak pertanyaanku kepada Waitres yang mengantar makananku.
“makasih
yaa... eh kamu kenal Virza kan ? dia kerja disini udah lama ya ?”
“Virza
? virza yang jarang ngomong itu ya mbak?”
“iya
iya benerrrr!! “ jawabku sedikit histeris.
“iya
mbak. Dia pegawai baru disini, baru seminggu. Emang kenapa mbak ? “
“ohh
hehe gak papa sih mas, tanya doang. Eh jangan bilang yaa kalo aku tanya tentang
dia”
“haha
oke mbak siap. Asal mbak jadi langganan kami”
“hehe
pasti mas” Pelayan itupun berlalu. Aku masih belum bisa menyimpulkan apa-apa.
Siapa sebenarnya virza. Bagaimana dia. Kenapa dia. Dimana dia. Tapi satu hal
yang aku tahu, dia adalah pegawai di kafe ini.
-sampai rumah-
“seril
!! ngapain kamu senyum senyum ? koyok
wong gendeng” (seperti orang gila) teriak Tika mengagetkanku yang sedang
mengingat sesuatu.
“aaaahhh
Tikaaaa. Kamu udah disini ? bukan apa apa kok. Hehehe” aku cengengesan seperti
anak kecil yang digodai temannya.
“pasti
ada sesuatu nih. Jangan jangaan kamu naksir cowok ya ?? “ apa ? naksir ? masak
iya ? ah gak mungkin.. gak mungkin.. ini mungkin gara gara aku jarang melihat
sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya.
“kamu
ngomong apa sih Tikaa.. udah ah bobok yuk aku ngantuk ni” aku menggeret Tika
yang sangat curiga denganku.
“yaudah
kalo kamu belum siap cerita. Tapi inget yaa, jangan sampai aku ketinggalan
berita. Awas kamu”
“haha
iya iyaaa.” Itulah Tika, dia slalu mengerti keadaanku. Bukannya aku tak mau
menceritakan sore tadi. Tapi entahlah, untuk ini aku masih malu menceritakannya
pada sahabatku sejak TK ini.
--
Triinnting..
bunyi sms membangunkanku di hari libur kuliahku.
Aku pengen ketemu sama kamu di kafe
kemarin.
Deg.
Dag dig dug der.. ini sms dari siapa ? gak ada nama, tapi langsung ngajak
ketemu. Jangan jangaann..
Ini siapa ? kafe
mana ? dalam benakku tak hentinya banyak pertanyaan. Kalau iya yang di sms
ini dia, lantas kenapa dia pengen ngomong sama aku ? kenapa dia ? ada apa
dengannya ?
Nanti, jam 1. Demi Tuhan, dia tak memberi tahuku
siapa dirinya. Ahh rasanya aku tak sabar menunggu jam 1 siang. Aku ingin segera
bertemu dengan pengirim pesan misterius ini.
Tika
yang masih tertidur pulas belum menyadari kebingungan yang kurasakan pagi ini.
Benar benar kebingungan, kecemasan, keanehan, kegusaran, ke-kepo-an yang tak
pernah kurasa sebelumnya.
Dan
saat Tika sudah terbangun,
“wahhh
kamu kena setan mna ril ? jam segini udah cantik. Biasanya yang bangun duluan
kan akuuu”
“heheh
ada deehh” cengengesanku mulai keluar dengan sedikit speechless
“jadi
gitu yaa bener bener gak mau cerita. Huh ya cudahlah” Tika beranjak menuju
kamar mandi. Hmm aku sedikit merasa bersalah. Tapi aku tahu, dia memasang wajah
kecewanya hanya untuk memancingku bercerita. Tapi sungguh benar, aku masih malu
bercerita tentang hal ini. Setelah ketemu saja lah, pikirku aku akan bercerita
pada Tika.
Tok
tok tookk . aku menggedor pintu kamar mandi.
“Tikaaa
aku pergi dulu yaaa. Setelah dari sini aku janji akan cerita. Dada tikaa, aku
sayang kamuu”
“iyaaaa
hati hati yaaa” terdengar teriakan di kamar mandiku.
Mama
dan papaku sedang keluar kota. Aku selalu meminta Tika untuk menemaniku.
Bukannya aku tak berani, tapi aku tak mau kesepian meskipun ada si Mbok yang
selalu mencukupi segala kebutuhanku.
“ciyeee
non Seril udah cantik. Mau kemana non?”
“ihh
mbok jangan gitu ah malu tauukk” balasku dengan nada manja.
“hahaha
emang gak biasanya non jam segini udah dandan keren. Mau kemana non?”
“entar
mbok aku ceritain tapi abis aku cerita ke Tika yaa. Dada mbookk, jangan lupa
yaa Tika suka nasi goreng asin”
“iya
non. Hati hati yaa”
“siap
mbookk”
Aku
mengendarai motorku dengan rasa ingin tahu, senang, cemas, galau. Entahlah,
angan anganku selalu berada di ambang antara Virza dan sms itu. Jika dilihat
dari bahasanya itu seperti Virza, bahasanya dingin sekali. Tapi kalau itu bukan
dia, apa aku akan kecewa ? kalau itu hanya orang iseng yang mengerjaiku apa aku
akan marah ? aku mulai menetralisir perasaanku. Mulai memikirkan kemungkinan
kemungkinan yang akan terjadi. Mulai berfikir bahwa itu bukan Virza.
Akhirnya
sampailah aku di kafe dekat kampus yang kemarin aku kunjungi. Aku melihat jam
tanganku. Jam baby-G kado ulang tahunku ke 19 dari Tika. Jam yang telah lama
aku idam-idamkan. Warnanya biru, sesuai kesukaanku.
“ternyata
masih jam 12” gerutuku.
Aku
memasuki kafe yang hanya ada beberapa orang karena masih baru saja buka. Aku
mempunyai inisiatif mengirim sms pada nomor tadi. Aku ingin memberitahunya aku
telah sampai. Tapi aku menjadi ragu jika benar benar itu adalah Virza. Paling
balesnya : kan aku bilang jam 1, ya jam 1. Batinku.
“bukannya
aku sudah bilang jam 1?” suara itu sangat mengejutkanku. Dengan cepat aku
membalikkan badanku dan BOOM !
“Virza
???” tnpa basa basi dia duduk di kursi depanku. Dia menggunakan kaos polo warna
hitam dan celana jeans ¾. Badannya ternyata lumayan kekar. Dengan topi yang rada menutupi wajahnya.
“iya,
aku” jawaban yang masih saja seperti biasa. Namun kali ini suaranya sedikit
lebih, emmm merdu.
“Virza
kamu gak kerja hari ini ? terus kamu ngajak aku ketemu ? ada apa ?”
“aku
kerja, tapi jam 3”
“ohh
begitu, jadi apa yang kamu inginkan dari pertemuan ini ? hehe maaf ya Virza aku
tu orangnya kepo. Aku sangat kaget sama sms kamu. Kita gak pernah sms an
sebelumnya dan kamu sms aku seperti tadi. Mana kamu gak mau kasih tau nama
lagi. Semakin kepo lah aku ni” nyerocosku mulai keluar. Dan parahnya Virza
membalas ocehanku tadi dengan tertawa. Iya ! tertawa ! aku meihatnya tertawa !
Oh my God dia tampan sekali. Jantungku tiba tiba berdebar semakin kencang.
“aku
suka kamu”
Deg.
Jantungku serasa berhenti, tak ada kata yang sanggup aku ucapkan. Aku serasa
nyawaku sudah lepas. Aku menatap dia, tapi aku berfokus pada topinya. Aku tak
mampu menatap matanya. Padahal aku sangat handal berbicara dengan orang lewat
matanya.
“Virza?
Kamu serius ?” hanya kata itu yang saat ini aku mampu ucapkan.
“iya
seril. Aku suka kamu. Kamu mau jadi pacar aku ?”
Jlleb
! dia menembakku. Dia menyodorkan setangkai bunga mawar merah untukku. Sungguh
ini seperti di film-film romantis yang aku pernah liat. Bedanya Virza mempunyai
ekspresi yang lebih datar daripada para artis di film itu.
“Virza.
Aku masih bingung. Aku gak ngerti. Kamu tiba tiba begini, padahal..”
“padahal
kita tak pernah berkomunikasi sebelumnya. Kita sudah sekelas selama 1 tahun.
Maaf ya seril, namun selama setahun belakangan ini aku memperhatikanmu. Aku
suka melihat tawa lepasmu. Kamu gak ada jaim sama cowok. Kamu istimewa buatku”
Demi
apa, ini demi apaaa. Tikaaa. Aku ingin berharap Tika ada di dekatku dan
mencubitku agar aku tahu ini mimpi atau nyata. Aku terus berkutat pada
imajinasiku. Aku membayangkan Virza yang selama ini aku tahu, pendiam.
“Seril
? kamu gak papa?” tanya dia membangunkan lamunanku.
“eh
gak papa Virza. Aku Cuma bingung mau ngomong apa” sedikit gugup kali ini aku
menjawab pertanyaannya. Aku sempat memandang matanya. Teduh sekali. Lalu sebuah
senyum ia simpulkan di bibir tipisnya.
“ya
sudah kalau kamu gak mau jadi kekasih aku. Aku pergi dulu. Kamu hati-hati di
jalan ya”
“Virza”
aku menahan tangannya yang mulai beranjak pergi dari kursi. “kan aku belum
jawab Virzaaa” Dia mengernyitkan dahinya. Mungkin dia tahu kalau aku ini memang
cewek aneh. Saat ditanya dia aku malah melontarkan hal-hal yang gak penting.
Secara reflek aku memeluknya daaan
“Virza
aku mau menemanimu dalam suka dan duka mulai detik ini hingga aku mati”
Dia
membalas pelukanku dengan pelukan yang lebih erat. Sungguh ini seperti tempat
yang paling nyaman setelah berada di pelukan Mama dan Tika.
--
“apaaa
???? kamu jadian sama cowok aneh di kelas kamu ? Seriiillll !!! apa kamu gila
?? kalau kamu dijahatin dia gimana ? kalian bahkan belum pernah kenal
sebelumnya”
“hehe
dia udah kenal aku kali tikaaa. Tapi aku yang gak kenal dia hahaha”
“yaaa
tapi kan ????”
“Tika
sayang tenang yaaa. Aku berani bersumpah, dia adalah pria baik-baik. Dan aku
akan merubah dia sedikit demi sedikit menjadi orang yang bisa bersosialisasi dengan
baik, minimal satu kelas”
Hari
hariku aku lewati bertiga. Yaa, aku, Tika, Virza sering hangout bareng. Namun
untuk berdua sekarang aku lebih sering bersama Virza daripada Tika. Aku merasa
berdosa padanya. Tapi tiap kali aku minta maaf tentang hal ini, Tika selalu
berkata
“kamu
ngomong apa sih seril ? aku seneng tauk kalo kamu seneng. Kamu bahagia dengan
laki-laki pilihanmu” sungguh, bagiku Tika adalah sahabat paling perfect yang
aku ketahui.
Kini,
Virza lebih membuka dirinya pada orang lain. Aku dan Virza sering melakukan
hal-hal konyol. Mulai dari menjaili orang di kafe langgangan kami sampai
mengempeskan ban motor teman sekelas kami. Dia juga telah menceritakan banyak
hal padaku. Tentang kenapa dia menjadi sosok yang sangat introvert.
Rupanya
saat berusia 5 tahun, dia ditinggal selingkuh oleh ayahnya. Ayahnya meninggalkan
banyak hutang, ibunya yang harus menanggung semua itu. Lalu dia bekerja pada
rentenir yang kejam. Dia sering disiksa hingga lebamnya sulit dihilangkan. Dia
bekerja ini tanpa sepengetahuan ibunya. Dia mempunyai adik perempuan beda satu
tahun bernama Azizah. Kata Virza, Azizah mirip aku, dia selalu tertawa dan
bahagia meskipun ia tahu keadaannya tak memungkinkan. Ibunya mulai
sakit-sakitan setelah 1 tahun penghianatan ayahnya. Setelah seminggu sakit,
ibunya meninggal. Virza hidup dengan adiknya di bawah kolong jembatan. Mereka
bekerja sebagai pengamen. Namun hal buruk kembali menimpa Virza. Saat mereka
ngamen di lampu merah, Azizah ditabrak oleh mobil ketika dia mau menghampiri
kakaknya yang sedang membelikannya makanan.
Mulai
saat itu Virza hidup sebatang kara. Dan saat dia berumur 8 tahun, dia diadopsi
oleh seorang supir bajaj yang baik hati. Supir bajaj itu bernama pak Soleh.
Virza di sekolahkan dan dirawat seperti anak kandungnya sendiri hingga SMA.
Disamping sekolah Virza memiliki usaha kecil-kecilan berjualan kue yang dibuat
oleh Ibu angkatnya. Dan ternyata Kafe itu adalah milik Virza. Ia membangun kafe
itu dengan uang tabungannya dan ia persembahkan kafe itu kepada Pak Soleh
sekeluarga.
--
“seril
kamu kok keliatan pucat banget? kita ke dokter yuk”
“haha
gak usah virzaa. Lebay deh. Ini cuma kecapaian gara gara banyak tugas. Entar
aku minumin obat penambah darah juga sembuh kok”
“hemm
yaudah aku pulang dulu ya Seril, buruan tidur yaaa”
“siap
boss!! Hehe”
Setelah
aku menutup pintu kepulangan Virza, kepalaku tiba-tiba berat. Semuanya menjadi
gelap. Dan entahlah, sedang dimana aku ini. Rasanya nyawaku melayang. Aku
mendengar samar samar suara Mama menelpon rumah sakit. Tapi tetap saja aku tak dapat membuka mataku.
Samar
aku mulai melihat bayangan wajah mama. Aku menggerakkan tanganku perlahan.
Ternyata aku berada di rumah sakit. Yaa
aku telah sadar, aku mungkin baru terbangun dari tidurku semalam.
“alhamdulillaah
seril sadar. Seril ini mama nak” aku hanya bisa membalas pernyataan Mama dengan
anggukan pelan. Karena tubuhku terasa berat digerakkan. Dan ada alat dokter
yang membungkus hidung dan mulutku.
Dua
hari telah berlalu semenjak sadarku. Aku ternyata telah koma selama seminggu.
Dan Virza selalu menemani tidurku. Kata mama, dia tak pernah mau pulang jika
bukan mama yang menyuruhnya mandi, jika nanti aku sadar dia akan terlihat
tampan. Tapi bagiku, Virza bangun tidurpun sudah sangat tampan.
Kali
ini dia disampingku, dia mengupasi buah belimbing kesukaanku. Aku sudah bisa
berbicara dan duduk seperti biasa.
“kamu
harus sehat ya Seril sayang.. kita lama looo gak ngerjain Ardi. Kayaknya dia
juga kangen kita jahili”
“iya
Virzaa, aku pengen cepet sembuh juga kok. Aku sakit apa sih sayang ?” mendadak
muka Virza pucat, ia tahu ada hal sangat penting yang dia tak ingin aku tahu.
“kenapa
diam sih vir? Aku sakit apa ?” aku mulai menggertaknya karena tak segera
memberi tahu sakitku apa.
“sayang,
kamu terkena kanker otak” mama memelukku dari sisi yang berlawanan dengan Virza.
Seketika itu aku menangis hingga tak bersuara. Rasanya aku ingin menjerit, tapi
apa daya energiku belum begitu pulih. Aku tak percaya penyakit itu bersarang di
otakku. Penyakit yang mematikan. Aku terus membayangkan ajal yang mungkin
sewaktu-waktu akan menjemputku. Namun Virza, Tika, Mama, Papa, si Mbok semua
teman-temanku memberikanku support yang sangat berguna untukku. Dan aku
menanamkan di pikiran serta hatiku bahwa aku tak boleh kalah dari penyakit
sialan itu. Yaa aku harus sembuh !!
--
Dan kau hadir..
“hallo,
assalamualaikum tante. Ada apa ya ?”
“Virza
hikss. Kamu segera ke rumah sakit yaa.. hiks” taarrrr gelas yang dipegang Virza
pecah. Tanpa membereskan itu, dia segera bergegas menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit
“virzaa,
Seril udah nggak adaa” Tika memberi tahu Virza dengan tangisan sesenggukan.
“ini ada
surat buatmu Virza”
Tubuh
Virza lemas tak berdaya dan dibukalah surat yang ditulis Seril sebelum ia
menghembuskan nafas terakhirnya.
Sayang.. trimakasih untuk hari indah selama setahun ini
bersamamu..
Sayang.. trimakasih telah menjadikanku satu-satunya..
Sayang.. trimakasih untuk dorongan yang tak hentinya kau
tularkan padaku..
Sayang.. trimakasih untuk segala hal selama aku
mengenalmu..
Kau tau ? hadirmu tlah mengubah arti hidupku.
Karena kamu, aku tau bagaimana membangun puing-puing yang
tlah patah itu.
Menata lagi kertas kertas yang tlah sobek dari awal.
Mengubah bencana menjadi rencana.
Sayang.. berjanjilah padaku untuk selalu tersenyum..
Jangan kembali seperti dulu saat aku mengenalmu hanya
sebatas teman sekelas..
Selalu ramahlah kepada setiap orang yang menyapamu..
Meski aku kini tak dapat lagi melihat senyum manismu, aku
bisa melihatnya dari surga.
Sayang, jangan pernah takut dengan dunia yang kamu anggap
tak adil ini.
Tuhan Maha Adil sayang, Dia tau apa yang terbaik untuk
hambaNya
Sayang, jaga mama dan papaku yaa..
Main main lah ke rumah meskipun setahun sekali.. Karena
aku tau mereka pasti kesepian J
Sayang, jika ada wanita lain yang datang ke kehidupanmu
dengan membawa cinta tulus sepertiku, jangan pernah kamu menutup hatimu. Karena
itu adalah penggantiku yang Tuhan kirimkan untukmu.
Virza, Seril selalu sayang kamu. Kamu adalah cinta
pertama, terakhir dan terindahku. Jaga diri baik-baik yaa J :*
Love,
Seril J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar