Mama,
ijinkan aku membahagiakanmu. Mama, do’aku untuk membawamu ke tanah suci bersama
ayah dan suamiku nanti tak pernah terlewat setiap harinya. Mama, ku tahu setiap
malampun kau selalu mendo’akanku menjadi anak yang selalu kau banggakan. Mama,
tegarkan aku disaat letih, bangunkan aku disaat jatuh, dan selalulah jadi
bintang hatiku di setiap hariku menggapai bintang itu, bintang yang paling
terang J
Hari-hariku
selalu ku lewati dengan rasa bosan. Tak ada yang spesial ! namun saat aku
mengikuti salah satu ajang pemilihan Duta di setiap sekolah, disana aku diajari
bagaimana menjadi seorang remaja yang baik. Menjadi remaja yang tak mudah
pesimis, menjadi remaja yang PD dengan segala yang ada di dalam diri sendiri.
Namun, di dalam komunitas yang terdiri dari para remaja yang di anugrahi
berbagai bakat ini, aku merasakan keminderan saat bersama mereka. Sejak saat
itu rasaku ingin menghilang dari dunia itu mulai muncul. Namun setelah aku
ceritakan kepada teman curhat sejatiku, Kak Fata. Dia selalu meyakinkanku bahwa
yang aku lakukan salah dan harus membenahinya.
“je
! kamu dicari tu !” lamunan tentang masuknya aku ke komunitas itu sangat
membiusku. Tanpa sadar, Puni menyadarkanku saat aku duduk di kelasku yang sudah
kosong.
“ha
? ngapain kamu kesini ? bukannya kamu sekarang jadi glamor?”
“kamu
ngomong apa je ? ngaco ? woe bangun woe”
Oh
ya Alloh, ternyata aku tadi mimpi. Ya, keminderanku cuma mimpi. Alhamdulillah,
Alloh pasti ngasih jalan terbaik buat aku
“hey,
biasa aja kaliii, tadi aku Cuma akting” aku menjulurkan lidah pada temanku yang
punya tinggi badan di bawahku sambil menjitak kepalanya. Yang dijitak hanya
memandangku dengan heran, mungkin bukan karena dia heran, tapi karena lemotnya
dia yang belum paham dengan omonganku barusan. Pulang sekolah aku bersama Puni,
melewati rumah, sawah, dan sungai. Dalam hati aku membayangkan. Tulungagung,
kota kecil namun selalu aku sayangi. Akankah seusai lulus sekolah meninggalkan
kota kelahiranku ? dan melihat gedung yang lebih besar lagi. Melewati bangunan
yang tak ada di kotaku, menyambangi wilayah yang belum pernah kusambangi
sebelumnya. Malang. Aku ingin mengutarakan segala Passionku disana. Akhirnya
lamunanku dibuyarkan karena telah setengah detik aku ada di pagar rumahku. Puni
meninggalkanku dengan janjinya untuk menyambangi temanku Rahma ke rumahnya
malam nanti karena malam ini malam minggu. Tapi seperti biasanya, acara ngumpul
bareng gagal karena ini dan itu.
Minggu
Pagi.
“jejeee,
ayo bangun !!” mataku masih sulit untuk terbuka lebar, namun nampaknya mentari
sudah tak sabar menunggu senyumku pagi ini. Tak banyak tingkah, langsung saja kuambil
air wudhu untuk sholat Subuh berjama’ah di masjid dekat rumahku. Saat jalan
menuju masjid. Aku ingat sesuatu, dan ku ungkapkan hal yang baru saja kuingat
itu
“maa,
nanti aku mau ke PPLH, mungkin pulang sore”
“ngapain
kok sampai sore ?”
“itu,
ada tamu ma dari Bandung Jawa Barat, nanti kalau sudah pulang pasti aku cerita
kok”
“yowes, yang penting kerja dulu.
Bersih-bersih rumah” yowes= ya sudah
“siap
maaa”
Oh
ya, namaku Jeje. Saat ini aku sedang duduk di kelas XI jurusan IPA. Aku punya
sahabat yang aku anggap kakakku. Dia selalu memberiku motivasi untuk masa
depanku. Dialah yang mengenalkan aku pada PPLH Mangkubumi. Perawakan yang
tinggi dan badan ideal, membuatnya nampak dewasa. Tahi lalat di dekat mulut
membuat dia nampak tak seperti wataknya. Konyol. Itulah kak Fata. Semenjak
kenal dia, aku jadi tahu arti hidup, kemana harus ku luruskan jalanku dan
bagaimana menyikapi segala keadaan yang terkadang membuatku pilu.
“buat
lingkaran seperti ini, dan kasih garis seperti ini”. Kak Nana, seorang Young
Change Maker dari Asoka mengajari kami membuat Mandala diri. Bagaimana kita
mengenali diri kita lebih dalam lagi. Karena ada seorang tokoh yang mengatakan,
beberapa orang yang gagal sukses ksrena mereka belum mengenali diri mereka.
Meskipun suasana panas menyelimuti kami (anak-anak Sahabat Mangkubumi) namun
antusias kami mengikuti permainan yang sekaligus pendidikan ini tak surut
sedikitpun.
Saat
aku presentasi, desiran angin halus merasuk ke tubuhku. Entah apa itu, aku
merasa semangat yang menggebu mulai terbakar di dalam diriku, ternyata inilah
aku. Menyukai sebuah kebebasan. Satu fakta telah kutemukan didiriku.
Acara
berakhir jam 3 sore. Kusandarkan tubuhku di bawah pohon dekat Sungai Jenes,
tempat aku dan Sahabat Mangkubumi menambah ilmu mengenai sungai.
“je ! dicari tu !” Suara serak basah Puni
mengagetkanku di tengah lamunanku
“dicari
siapa?” tanyaku yang sedikit linglung dengan suaranya yang keras
“dicari
mbahku ! ya temen temen lah, daritadi kamu nglamun terus. Mikirin apa sih je ?”
Tak
ku hiraukan pertanyaan itu dan membuatnya semakin penasaran. Sahabatku sejak
SMP ini memang paling hiperaktif daripada sahabatku DJIWANDONO yang lain.
Djiwandono adalah sahabatku sejak SMP, mereka adalah orang-orang gila. Terdiri
dari Rahma (Grenjeng), Nikmah (menik), Ramadian (mbulak) dan Puni (lemot). Simbolik
kita simple, Just The Way You’re. Dimana kita menjadi apa adanya kita tanpa hal
yang dibuat-buat. Menurutku mereka berbeda dengan teman-teman yang aku punya
sampai saat ini. Mereka benar-benar ISTIMEWA. Meskipun kami jarang bertemu,
tapi saat salah satu dari kami ada yang ulang tahun selalu kita rayakan bersama
meskipun tak meriah.
“je,
kamu nggak papa?” tanya Kak Fata yang mungkin memperhatikan adiknya yang lagi
galau ini.
“aku
mau jadi apa ya kak ?” pertanyaanku membuat spontan cowok berkacamata ini.
“loh,
kok nanya aku ? tanya hatimu dek, tanya jiwamu. Kamu ingin jadi apa nantinya,
pikirkan dan matangkan jalanmu”
Sesaat
kupikirkan kata-kata kakakku ini. Tanya Jiwamu ! yaa ! dimana jiwaku sekarang ?
lalu aku teringat kata-kata mamaku
“wisto nduk, kamu kuliah di kesehatan aja, nyari kerja biar mudah” wisto
nduk = ya sudahlah nak
Kesehatan
? WOW !! jujur, jiwaku bukan disana ma, aku masih nggak tega nglihat darah.
∞
Hari
ini ku tatap matahari dengan berani. Meskipun hari senin namun semangatku untuk
sekolah tak padam. Untuk apa aku sekolah ? untuk Mama. Selama aku ngikuti yang
diinginkan mama, aku yakin mama bahagia.
“gambarkanlah
keinginanmu di masa depan pada selembar kertas dan ceritakan nanti setelah
istirahat” TEEEETTT. Bel istirahat terdengar nyaring dari Loodspeaker kelas.
Keinginan
? keinginan apa ? timbul kegalauan yang luar biasa di pikiran dan hatiku.
“je!
ayo makan” teman sebangkuku menyapaku dengan ajakannya. Namun aku tak
mempedulikannya, entah kenapa aku justru membentaknya.
“wisto, mangano dewe !”
udah, kamu makan sendiri sana
Mungkin
ia terluka dengan jawabanku tadi, penyesalanku datang ketika ia pergi
meninggalkan bangkunya dengan wajah muram.
“maafkan
aku teman” ucapku dalam hati.
Iya,
saat ini pikiranku kacau, terbang kesana kemari bagai kertas bekas beterbangan
yang entah mau diapakan. Apakah didaur ulang atau dibuang. Kemana aku akan
menlangkahkan kakiku untuk masa depanku ? Sementara cita-citaku begitu banyak.
Apakah keinginanku hanya kugantungkan di atap kamarku saja ? kupandangi setiap
harinya tanpa ada pergerakan sedikitpun ? Ya Alloh, sesungguhnya hanya
Engkaulah yang memberi kemudahan jalan bagi hambaMu.
Aku
memulai menebarkan ukiran pensil di kertas biru pemberian guruku. Aku memilih
warna biru sesuai dengan favoritku. Sebuah batang pohon yang besar dan berakar
kuat ditancapi ribuan daun berwarna hijau. Aku memang tak pandai dalam
menggambar, sehingga gambar pohon itu tak lebih bagus dari gambaran anak TK.
Lalu ku beri banyak orang dibawah pohon itu, kutambahi juga hewan-hewan dan
bunga-bunga yang tumbuh indah disekitar pohon itu. Selesailah tugas dari Guru
Bahasa Indonesia ku yang sangat aku kagumi ini. Aku begitu mengagumi semua Guru
Bahasa Indonesia, karena menurutku merekalah pintu cakrawala Sastra untuk anak
sekolah sepertiku.
“coba
ceritakan je, apa maksud dari gambarmu itu”
“iya
bu” ku buka kertas biru yang berisi gambaran anak TK itu dan kutunjakkan kepada
teman-temanku. Malu melihat gambarku sendiri, tapi apa boleh buat. Bakat gambar
sama sekali tak ada di darahku.
“Pohon.
Mungkin terlihat biasa, tapi apa yang ada di pohon sangat bermanfaat buat
dirinya sendiri maupun makhluk lain. Batang pohon yang kuat dan besar, aku
ingin seperti itu. Menjadi sosok yang kuat di terjang apapun, diterjang angin,
panas, hujan, apapun itu. Akar yang kuat, ibarat hubunganku dengan Tuhan semoga
sekuat akar ini. Pohon yang banyak dan hijau. Aku ingin mejadi seseorang yang
meneduhi orang lain agar mereka senang. Inti dari semua ini, aku ingin menjadi
seorang yang berguna untuk orang lain. Entah apapun profesiku, ku ingin menjadi
sosok yang seperti itu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar